Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Mall Pekanbaru 5th Anniversary!

Happy Anniversary!

Tanjoubi Omedetou Gozaimasu!

Saengil Chukha Hamnida!

Selamat Ulang Tahun!

Sabtu, 08 November 2008

Menghayati Hari Pahlawan

Tidak lama lagi, bangsa kita akan merayakan Hari Pahlawan 10 November.
Sekarang ini, ketika bangsa kita sedang menghadapi angka pengangguran paling
sedikitnya 38 juta (Tempo Interaktif 1 Nov), dan utang luarnegeri dan
dalamnegeri begitu besar, apakah masih perlu kita repot-repot mengadakan
peringatan Hari Pahlawan 10 November? Dan, juga, ketika hiruk-pikuk
tentang terorisme sedang melanda seluruh negeri, apa pula gunanya
memperingati Hari Pahlawan? Bukankah lebih baik kalau perhatian kita
dicurahkan kepada pemberantasan korupsi, yang sudah jelas-jelas mendatangkan
kerusakan parah di bidang moral, dan menyebabkan kerugian begitu besar
kepada negara dan rakyat? Apakah peringatan Hari Pahlawan masih ada artinya,
ketika persatuan dan kesatuan bangsa kita sedang dikoyak-koyak oleh berbagai
sentimen negatif kesukuan dan dikotori pertentangan agama? Kiranya, masih
banyak lagi pertanyaan lainnya yang bisa diajukan tentang pentingnya
memperingati Hari Pahlawan ini.



Kepada mereka yang masih mempertanyakan arti penting peringatan Hari
Pahlawan, kiranya perlu – dengan sabar, namun tegas - dijawab : Sangat
perlu, karena amat penting!!! (tanda seru tiga kali). Justru karena situasi
negara dan bangsa sudah begini bobrok dewasa ini, maka kita semua perlu
mengangkat tinggi-tinggi jiwa agung dan revolusioner yang terkandung dalam
Hari Pahlawan. Namun, supaya lebih jelas lagi, perlu pula ditegaskan bahwa
Hari Pahlawan ini harus kita rayakan dengan cara-cara dan semangat yang
baru, yang berbeda dengan yang selama ini dilakukan oleh Orde Baru (beserta
para pendukungnya).


ORDE BARU MEMBUNUH API HARI PAHLAWAN

Dalam kaitan ini, mohon marilah sama-sama kita renungkan dalam-dalam yang
berikut ini : apakah kultur politik dan kultur moral (dan pendidikan) Orde
Baru betul-betul menghayati sungguh-sungguh dan menghormati Hari Pahlawan?
Mengingat pengalaman selama puluhan tahun Orde Baru, kita patut
meragukannya! Memang, Hari Pahlawan telah selalu dirayakan selama itu.
Namun, tanpa apinya. Tanpa jiwa keagungannya. Selama puluhan tahun Orde
Baru, Hari Pahlawan kebanyakan hanya diperingati dengan upacara-upacara yang
bersifat ritual, yang kerdil jiwanya dan miskin pula isinya..

Tidak bisa lain! Sebab, pada hakekatnya, atau pada intinya, Hari Pahlawan
adalah berjiwa revolusioner. Hari Pahlawan mengandung patriotisme dan
nasionalisme yang tinggi. Hari Pahlawan adalah sarat dan dengan bobot
semangat pengabdian kepada kepentingan rakyat. Hari Pahlawan mencerminkan
kerelaan berkorban demi kepentingan nusa dan bangsa. Hati Pahlawan
mengandung moral yang agung. Hari Pahlawan juga menyampaikan pesan besar
yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila;
Justru itu semualah yang tidak dimengerti oleh para pendiri (dan pendukung
setia) Orde Baru. Bahkan, yang telah dirusak atau dikhianatinya!!! (sekali
lagi, tanda seru tiga kali)

Supaya tidak jatuh dalam rumusan yang terdengar muluk-muluk dan generalisasi
dangkal, maka perlulah kiranya kita semua berusaha menyimak kembali sejarah
lahirnya Hari Pahlawan. Sejarah lahirnya Hari Pahlawan tidak bisa dipisahkan
dari peran sejarah Bung Karno, dari kehebatan perjuangan revolusioner rakyat
Indonesia di seluruh negeri dalam tahun 45, dan juga tidak bisa dipisahkan
dari sejarah pertempuran Surabaya. Yang perlu dicatat juga adalah bahwa
Hari Pahlawan ada kaitannya dengan usul Sumarsono kepada Bung Karno dalam
tahun 1945 untuk menjadikan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Sumarsono
adalah; waktu itu, pimpinan tertinggi gerakan PRI (Pemuda Republik
Indonesia) yang mempunyai peran penting (dan terutama) semasa pembrontakan
rakyat Surabaya untuk merampas senajata Jepang dan kemudian bertempur secara
besar-besaran dan heroik melawan pasukan-pasukan Inggris (dan Belanda).

Photobucket

HARI PAHLAWAN ADALAH BERJIWA REVOLUSIONER

Adalah penting dalam menghayati arti Hari Pahlawan, kita semua mencermati
bahwa Bung Karno adalah satu di antara sejumlah tokoh-tokoh besar bangsa
Indonesia yang paling menonjol (dan paling banyak!) dalam mengangkat arti
para pahlawan dalam perjuangan pembebasan bangsa. Ini tercermin dalam banyak
halaman buku beliau “Di bawah Bendera Revolusi”, dan juga dalam
pidato-pidato beliau. Bung Karno menjadikan Hari Pahlawan sebagai sarana
untuk mengingatkan . kepada seluruh bangsa (terutama angkatan muda) bahwa
sudah banyak pejuang-pejuang telah gugur, atau mengorbankan harta-benda dan
tenaga mereka, untuk mendirikan negara RI. Mereka rela berkorban, supaya
kehidupan rakyat banyak bisa menjadi lebih baik dari pada yang sudah-sudah.
Mereka berjuang dalam tahun-tahun 20-an, dan selama revolusi kemerdekaan 45,
untuk menjadikan negara ini milik bersama, guna menciptakan masyarakat adil
dan makmur.

Jadi, menghayati secara benar-benar Hari Pahlawan adalah berarti
menghubungkannya dengan revolusi bangsa. Dan seperti yang sudah ditunjukkan
oleh sejarah kita, revolusi bangsa Indonesia adalah pluralisme revolusioner.
Dalam perjalanan jauh (long march) yang berliku-liku ini berbagai tokoh
golongan masyarakat ( dari berbagai suku, keturunan, agama dan aliran
politik) telah menyatukan diri dalam barisan panjang revolusioner kita.

Dengan latar-belakang pandangan sejarah yang demikian itu pulalah kiranya
kita bisa mengerti mengapa Bung Karno menerima usul Sumarsono untuk
menjadikan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Sedangkan Sumarsono
sendiri, yang menjadi pimpinan tertinggi PRI di Surabaya waktu itu, adalah
seorang pemuda yang masa kecilnya mendapat pendidikan Kristen, dan setelah
besar mempunyai hubungan erat dengan gerakan di bawah tanah PKI. melawan
kolonialsime Belanda dan fasisme Jepang (lewat jaring-jaringan Mr; Amir
Syarifuddin, pelukis Sudjoyono, tokoh PKI Widarta dan lain-lain)..

Dari ketinggian pandangan revolusioner yang demikian itulah kita sepatutnya
memandang arti penting Hari Pahlawan. Jadi, tidak cukup hanya dengan
pengibaran bendera dan nyanyi--nyanyian atau pidato-pidato yang isinya
kosong atau steril saja Upacara-upacara memang tetap perlu dikerjakan,
namun yang lebih penting adalah memberi isi dan jiwa kepada hari keramat
ini.


PARA PAHLAWAN MENANGIS DALAM MAKAM

Dewasa ini, memperingati Hari Pahlawan dengan semangat baru, cara baru,
pandangan baru, adalah penting. Sebab, kita sama-sama menyaksikan bahwa
selama Orde Baru, keagungan jiwa revolusioner Hari Pahlawan yang dicetuskan
oleh Bung Karno telah dibikin mandul atau kerdil. Pastilah para pahlawan
kita dari berbagai angkatan, berbagai suku, berbagai agama dan aliran
politik, menangis sedih dalam makam mereka, melihat keadaan bangsa dan
negara kita yang seperti sekarang ini. Bukanlah bangsa dan negara yang macam
sekarang ini yang mereka cita-citakan ketika mereka bersedia mengorbankan
diri dalam berbagai medan perjuangan, termasuk dalam pertempuran-pertempuran
di seluruh tanahair.

Sebagai produk kultur politik dan kultur moral Orde Baru kerusakan dan
pembusukan melanda di seluruh lini, baik di bidang eksekutif, legislatif dan
judikatif, termasuk di kalangan agama. Banyak tokoh-tokoh politik, pemuka
masyarakat dan pejabat yang benar-benar sudah menjadi penjahat dan
pengkhianat rakyat. Banyak di antara mereka sudah tidak peduli lagi terhadap
kepentingan publik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mencuri milik
negara dan rakyat. Mereka tidak segan-segan menggunakan dalil-dalil dan
kedok agama untuk menimbulkan perpecahan, dan menyebar benih-benih
kerusuhan.


TUGAS ANGKATAN MUDA

Mengingat situasi yang begini buruk dewasa ini (ingat : dampak peristiwa bom
di Bali, hubungan internasional yang memburuk, investasi yang menurun, utang
yang makin menggunung, pengangguran yang makin membengkak, pelecehan
terus-menerus terhadap hukum dan HAM, korupsi yang tetap merajalela) ,
adalah kewajiban moral angkatan muda dari berbagai golongan, keturunan,
suku, agama, dan aliran politik untuk menjadikan jiwa Hari Pahlawan.sebagai
senjata guna berjuang melawan pembusukan besar-besaran ini. Sebab,
kelihatannya, kita sudah tidak bisa menaruh harapan lagi kepada berbagai
angkatan yang telah ikut mendirikan Orde Baru, dan juga yang merupakan
produk (didikan) kultur buruk ini.

Jiwa yang sudah pernah dimanifestasikan oleh angkatan muda secara gemilang
dalam tahun 1998 dalam menumbangkan kekuasaan Suharto, perlu dipupuk dan
dikobarkan terus, dalam bentuk-bentuk baru, sesuai dengan perkembangan
situasi. Dalam perlawanan terhadap Orde Baru telah jatuh korban-korban.
Mereka adalah bagian dari sederetan panjang pahlawan, yang kebanyakan tidak
dikenal. Karena telah mengorbankan diri untuk melawan sistem politik dan
kediktatoran yang telah membikin banyak kerusakan parah terhadap bangsa dan
negara selama puluhan tahun, maka sudah sepatutnyalah bahwa mereka kita
pandang sebagai pahlawan pendobrak Orde Baru.

Hari Pahlawan harus sama-sama kita kembalikan kepada peran (dan pesannya)
yang semestinya. Ini adalah tugas utama bangsa kita, termasuk dari kalangan
pendidikan dan sejarawan. Angkatan muda harus dididik untuk menghayati
benar-benar semangat pengabdian kepada rakyat dan pengorbanan diri demi
kepentingan nusa dan bangsa. Kalangan sejarawan (dan pendidikan) perlu
sekali meninjau kembali buku-buku sejarah dalam sekolah-sekolah, sehingga
generasi muda kita mengenal sejarah bangsa secara benar (ingat : pemalsuan
yang memblingerkan : serangan 1 Maret dan pendudukan 6 jam di Jogya oleh
Suharto dan pemalsuan-pemalsuan sejarah lainnya).

Bangsa yang besar menghargai para pahlawannya. Bangsa Indonesia pernah
dipandang besar oleh bangsa lain di dunia, terutama oleh rakyat-rakyat di
Asia, Afrika dan Amerika Latin, berkat perjuangannya melawan kolonialisme
dan imperialisme ( mohon dicatat antara lain : revolusi 45, Konferensi
Bandung, Konferensi Pengarang Asia-Afrika, Konferensi Wartawan Asia-Afrika,
Ganefo, Konferensi Internasional Anti Pangkalan Militer Aaing).

Sekarang ini, negeri kita Indonesia sedang terpuruk citranya di dunia.
Sekali lagi, bukan negeri yang macam beginilah yang dicita-citakan oleh
ratusan ribu (bahkan mungkin jutaan) pahlawan kita, yang dalam barisan
panjang dan berliku-liku telah berbondong-bondong bersedia mengorbankan
diri, demi kita semua dan demi anak-cucu kita.

Dengan tekad bersama untuk menjunjung tinggi-tinggi semangat revolusioner
dalam mengabdi kepada kepentingan rakyat, marilah kita sambut peringatan
Hari Pahlawan !

[+/-] Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Hari Pahlawan: Sejarah perjuangan rakyat Indonesia!

Photobucket


Peristiwa 10 November 1945 atau dikenal sebagai “Battle of Surabaya” merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia melawat Sekutu yakni Inggris dan Belanda. Lalu berpihak dimana Amerika?? Tidak terbantahkan lagi bahwa Inggris dan Belanda termasuk Australia (kelak berperan dalam agresi I dan II) adalah sekutu setia Amerika.


Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki.

Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya.NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Photobucket


Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.


Photobucket


Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.

Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.

[+/-] Selengkapnya...

Mall Pekanbaru : The First Mall Built in Pekanbaru!



Mall Pekanbaru terletak di seberang Plaza Senapelan persimpangan jalan Jendral Sudirman dan Teuku Umar. Tempat wisata belanja modren yang satu ini merupakan Mall pertama di Pekanbaru.




Mall Pekanbaru merupakan salah satu pusat perbelanjaan modern yang lengkap yang tidak hanya menyediakan busana, sepatu, perlengkapan sehari-hari kalangan atas, tetapi juga menyediakan semua kebutuhan berbagai lapisan.

Food court, elektronik dan handphone yang relatif terjangkau serta swalayan yang menyediakan buah-buahan dan alat tulis kantor semakin menambah semaraknya Mal Pekanbaru. Selain itu disini juga tersedia tempat bermain anak-anak yang luas lho.!

Selamat datang di Mal Pekanbaru. Anda sedang memasuki satu kawasan pusat perbelanjaan yang terpadu. Yang memudahkan anda menemukan berbagai kebutuhan yang anda inginkan bahkan membawa angin segar dalam dunia bisnis anda.

Melihat kota Pekanbaru yang semakin maju dan berkembang, maka Mal Pekanbaru hadir sebagai pelengkap kemajuan kota. Selain itu Mal Pekanbaru juga memberikan warna tersendiri dan konsep baru bagi warga dan pengusaha kota Pekanbaru dan daerah sekitarnya.

Hadir sebagai Mal pertama di kota Pekanbaru, Mal Pekanbaru turut mendukung visi memajukan Riau. Dengan design gedung bergaya modern dan atap bernuansa melayu sebagai cermin budaya di kota Pekanbaru, maka Mal Pekanbaru semakin memantapkan dirinya untuk memajukan kota.

Dengan menyediakan berbagai fasilitas dan kebutuhan di setiap lantai, didukung dengan semua fasilitas gedung yang nyaman seperti lapangan parkir yang luas, kebersihan dan kenyamanan dalam gedung, penjagaan keamanan 24 jam, dan sebagainya merupakan komitmen utama untuk memberikan rasa nyaman bagi pengunjung maupun pengusaha yang sudah bergabung bahkan akan bergabung bersama Mal Pekanbaru.

Salah satu langkah memperlengkapi areal bisnis anda di Mal Pekanbaru maka Mal Pekanbaru menghadirikan Hotel Grand Jatra (hotel berbintang ****) yang merupakan satu gedung dengan Mal Pekanbaru. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang lengkap untuk memanjakan anda berbisnis dan berliburan di kota Pekanbaru.

Akhir kata, kami mengucapkan selamat bergabung dan menikmati keseluruhan fasilitas yang kami berikan untuk anda menemukan keunikan dan kenyamanan bersama Mal Pekanbaru. Pastikan anda tidak ketinggalan untuk berada bersama kami dalam satu areal bisnis yang saling menguntungkan dan pusat perbelanjaan terpadu yang memudahkan anda menemukan semua kebutuhan yang anda inginkan.


[+/-] Selengkapnya...